Jumat, 23 November 2007

Darrel

Aku punya keponakan. Namanya Darrel. Umurnya 2 tahun 7 bulan. Dedang lucu-lucunya, pintar-pintarnya, tapi lebih banyak sok tahunya. Darrel menyebut Ayah dan Sbunya dengan sebutan Papap dan Bunda.
Sabtu lalu, aku menghabiskan weekend di rumahnya. Minggunya, Kita (Aku, Darrel, Bunda, Papap, dan Pengasuhnya Darrel) hang out (mau pakai istilah jalan-jalan kok agak jadul) ke Margo City. Kebetulan, keluarga Darrel beli mobil baru. Dengan gaya sok tahunya, Darrel mengajakku masuk ke mobil.

"Ayo Q, masuk aja ke mobil ade."

Silahkan anggap Darrel sebagai anak kecil gak sopan yang memanggil tantenya hanya dengan nama.Padahal Papapnya selalu menegur kalau dia memanggilku Q. Tapi mungkin karena terlalu sering mendengar Bundanya memanggilku Qq, Darrel jadi ikut-ikutan.

Di perjalanan, darrel mulai menyemangati (atau mengusik?) papapnya.

"Hati-hati dong Pap."

atau

"Awas Pap, ada angkot."

Bosan mengganggu Papapnya, Darrel mulai mengusikku.

"Tu kan Q, banyak kan angkotnya...angkotnya walna biyu, walna kecukaan Ade" (warna biru, warna kesukaan Ade).

Karena kasihan, maka aku tanggapi.

"Mobil Ade warna apa?"

"Walna Cipel" (warna silver)

iseng, aku meledeknya.

"Kok warna silver? kan Ade sukanya warna biru"

Kakakku yang mendengar langsung memelototiku, karena takut Darrel mengambek. Karena, soal warna mobil ini memang sempat menjadi dilema (halah, bahasanya...). Darrel ingin Papapnya beli mobil warna biru. Tapi papapnya beli mobil warna silver. Tiap aku meledek Darrel, biasanya dia nangis atau ngambek.
Tapi kali ini Darrel sudah punya jawaban sendiri.

"Walna biyunya udah ga dijual Q."

Eniweys, sampailah kita di Margo. Darrel mulai beraksi bar-bar, lari sana lari sini. Aku agak shock melihat kemajuan dia dalam berlari. Takut aja gitu menyenggol barang lalu pecah.
Aksi Darrel tidak berhenti sampai disini. Dia mulai bertindak ekstrim dengan menyuruhku melompati tali pembatas di kasir (yang ada tulisan in/outnya) yang tingginya sepinggang orang dewasa.
Karena Aku cuma manusia normal yang masih punya rasa malu, maka permintaan gak sopan itu aku tolak. Akibatnya?
Darrel meraung-raung. Aku langsung kabur. Pura-pura ga kenal, dan nyari zona bebas Darrel.

Sorenya, acara belanja sudah selesai. Sampai di parkiran, Darrel menunjuk mobilnya dengan sombong.

"Q, itu mobil ade.Waa belci banget mobilnya." (bersih banget mobilnya)

Hihihi...dasar norak.

Di perjalanan pulang, Darrel lebih banyak diam. Mungkin karena kelelahan. Kadang bersenandung kecil mengikuti lagu 11 Januari. O ia, lagu favorit Darrel adalah 11 Januari-nya Gigi dan Sebelum Cahaya-nya Letto.Padahal seingatku, ketika aku berumur 2 tahunan dulu lagu favoritku adalah becak-becak. Dan memang lagu itu untuk anak kecil. ckckck...anak-anak sekarang memang suka dewasa sebelum umurnya.
Satu lagi kebiasaan Darrel sejak punya mobil adalah berdiri (bukan duduk) di samping bundanya. Gengsi sekali untuk duduk, apala gi tidur. Sampai-sampai pernah dia ketiduran sambil berdiri.
Btw, aku tidak ikut menginap lagi di rumahnya karena besok harus kuliah. Karena rumahku dan rumah Darrel arahnya berlawanan, maka aku minta turun di terminal.
Setelah say good bye, aku mulai menyetop angkot.

Di angkot, posisi favoritku adalah di pojokan. Sore ini, Depok memang sedang gak bersahabat. Kebetulan jalanan ke arah Sawangan (daerah rumahku) sedang ada perbaikan. Sehingga dibikin 1 arah. Terbayang kan, jalanan yang memang gak terlalu lebar trus dibikin 1 arah?

Di angkot ini, penumpangnya Aku, 3 orang Mba-mba (istilahku menyebut wanita twenty somethin'), dan 1 ibu yang membawa balita. Aku jadi ingat Darrel. Tapi ini balita perempuan. Mungkin karena cuaca yang lagi panas, ditambah mobil yang gak bergerak-gerak, anak itu mulai menangis. Ibunya berusaha menenangkan. Anak itu tetap menangis. Mobil kemudian jalan perlahan. Tangisannya mulai mereda.
Baru jalan sebentar, mobil kembali berhenti. Anak itu menangis lagi. Sang Ibu dengan sabarnya mengipasi. Si anak tetap nangis. Aku mulai gak tega. Berusaha mencari-cari permen di tas untu diberika ke anak itu. Tapi, persediaan permen di tas sedang kosong. Bosan menangis anak itu menjerit. Aku makin tidak tega. kuusap-usap aja kepalanya.
Mungkin karena sudah lelah, si anak itu pun berhenti nangis, yang tesisa tinggal senggukannya.

Di perjalanan menuju rumah (turun angkot aku masih harus berjalan), aku teringat Darrel dan balita itu. Darrel dengan celotehannya dan balita itu dengan tangisannya.
Ah, Darrel. Bersyukurlah dengan Yaris-mu. Karena masih banyak balita lain yang gak seberuntung kamu.


Tidak ada komentar: