Sabtu, 24 November 2007

Rezeki Jomblo

Being single itu ada enak, tapi mungkin lebih banyak gak enaknya. Dan saat ini aku sedang merasakan sisi gak enaknya. Kemarin, aku ada janji ke Dokter mata di Hospital Cinere. Selama ini, kalau berobat ke dokter aku selalu ditemani kedua orang tuaku. Tapi, karena orang tuaku berhalangan mengantar maka aku disuruh mereka untuk berobat sendiri. Sebenarnya mama menyuruh papa untuk mengantarku. Tapi papa berpikir inilah saatnya belajar mandiri (ketelatan gak sih?). Katanya,


“Kalo gak sekarang kapan lagi kamu berani ke dokter sendiri.”


Huhuhu...papa memang kejam kejam kejaaaammm!! Halah...

Hmm, Seandainya punya pacar kan enak ada yang setia mengantar. Kalo kata temanku,


“Emangnya pacar lo mo dijadiin tukang ojek.”


Eniweys, Aku pun sibuk mencari teman untuk mengantar. Ternyata temanku setuju. Yes! Satu masalah slesai. Pikirku saat itu gak masalah jadi jomblo, selama ada yang siap mengantar. Dokter mata itu sendiri praktek jam 11. jam 10 aku sudah siap untuk berangkat. Tiba-tiba telepon berbunyi. Ow, itu pasti temanku yang sudah siap mengantar.
Ternyata benar. Tanpa kata halo, aku langsung menyuruhnya menunggu. Tapi apa kata dia? Dia meminta maaf karena tidak bisa mengantar karena tiba-tiba ayahnya telepon dan mau datang ke tempatnya (temanku ini tinggal jauh dari ortu).

Grrrrrr!!! !@#$%^&*()

Mau marah juga gak bisa. Perasaan malas pergi mendadak datang. Apa gak usah berangkat aja ya? Ah tapi ntar bakal dimarah papa. Ya udah dengan keberanian penuh aku berangkat sendiri. Menerjang panas dan mulai menunggu angkot. Oia, aku lebih suka pergi ke cinere dibanding ke Depok. Karena cinere tidak pernah macet seperti Depok. Meskipun macet, itupun hanya sebentar, di jalan menuju mesjid kubah emas setelah itu jalanan kembali lancar. Selain itu aku menempuh perjalanan sambil ber-sms ria. Sehingga tidak terasa jam 11.10 aku sampai di rumah sakit.

Setelah mendaftar, aku dipersilahkan ke lantai 2. di dalam lift aku masih sibuk sms-an. Pintu lift terbuka. Aku keluar masih sambil bersms-an. Pas kulihat sekeliling kok Cuma ada kamar-kamar pasien. Tidak ada poli mata.
Aku baru ngeh, ternyata itu adalah lantai 5 (karena papaku sudah bolak-balik dirawat di RS ini).

Aku pun naik lift lagi untuk ke lantai 2 dengan agak malu-malu karena dilihatin satpam.
Hmm, klo ada yang nemenin paling tidak gak malu-maluin.

Sampai di lantai 2 (kali ini benar-benar lantai 2) tetap tidak terlihat poli-poli. Yang ada hanya ruangan seperti kantor pegawai. Aduh, ada apa lagi ini, pikirku. Aku mencoba berjalan tapi malah menemukan musholla. Karena takut kesasar lagi, aku memberanikan diri bertanya pada mas-mas berbaju pegawai.


“Mas, poli mata sebelah mana ya?”


“poli mata ada di sebelah barat.”


Ehm, lagi-lagi aku menyadari kebodohanku. Tadi itu aku naik lift timur. Akhirnya aku berjalan memutar. hiks...Coba ada yang nemenin...(itu mulu Ky, ngomongnya).

Akhirnya sampai juga di poli mata. Susternya menyuruhku untuk menunggu dipanggil. Setelah menunggu 30 menit, namaku dipanggil. Pemeriksaan berjalan lancar dan syaraf mataku dinyatakan baik-baik saja. Hanya minus yang bertambah.

Keluar dari poli mata, aku membayar di kasir. Saat sedang membayar, dari ruang serbaguna di sebelah kiriku keluar segerombolan ibu-ibu hamil yang tentu saja ditemani suaminya masing-masing. Mungkin habis mengikuti Pre Maternity Check-Up. Dan suami-suami dari bu-ibu hamil itu terlihat men-treats istrinya dengan lembut dan penuh kasih sayang. (Haha pengen kawin lo ky!) pacar aja gak punya ngarepin kawin, hehe.... emang enak jadi jomblo!

Setelah semua urusan selesai, aku langsung jalan ke Mal Cinere (letaknya di samping Hospital Cinere) karena adikku nitip dibelikan komik. Sedang asik jalan tiba-tiba i found something. Guess what?

Aku nemuin uang. Bukan seribu dua ribu. Tapi lima puluh ribu. Karena nengok kanan kiri gak ada orang, dan di depanku juga sebelumnya tidak ada orang lewat maka dengan deg-degan uang itu aku ambil. Kemudian aku melanjutkan perjalananku sambil melihat-lihat kalau ada orang yang kelihatan mencari sesuatu. Tapi gak ada satupun orang yang kelihatannya kehilangan.

Kamu tahu perasaannya orang yang menemukan sesuatu yang berharga?

Ya, perasaan bersalah. Mungkin sebagian orang langsung berteriak yippie yippie karena ketiban rezeki. Tapi, ketika tadi aku mengalaminya sendiri aku merasa serba salah. Mau diambil ngerasa bukan hak kita. Mau tidak diambil, sayang. (hehe, dasar lu!)

Karena akhirnya kuambil, perasaan bersalah makin kuat. Berbagai pemikiran mulai berkelebat di benakku. Bagamana jika orang yang punya uang itu adalah orang gak mampu?

Ah, di Mal pun aku tidak tenang. Aku buru-buru pulang.

Sampai di rumah, aku menceritakan penemuan uang ke mama. Mencoba mencari pembenaran atas tindakanku yang mengambil uang itu. Kata mama,


“Gimana ya, kalo yang punya uang itu, bapak2 yang ingin membeli obat buat anaknya? Terus uang itu cuma tinggal satu-satunya yang dia punya!” Emmh bukannya mendapat pencerahan malah aku makin merasa bersalah.


Kali ini kau minta pendapat papa. Tanggapannya?


“Ya anggep aja itu rezeki kamu, disyukuri aja.”


Hehe...ini dia jawaban yang kutunggu-tunggu. Perasaan bersalahku mulai sedikit berkurang.

Malamnya, setelah solat isya, tak lupa aku berdoa.


“Ya Allah, mudah-mudahan orang yang kehilangan uang itu Engkau berikan ganti yang lebih banyak dan lebih barokah.”


Ah, rezeki memang datang gak disangka-sangka. Dan kali ini aku menyebutnya “Rezeki Jomblo”.

Tidak ada komentar: